Saturday, August 13, 2011

Thaif

Pada tahun 10 kenabian, Rasulullah dan Zaid Ibn Haritsah memutuskan untuk melebarkan sayap dakwah ke daerah Thaif. Salah satu kota di Arab ini merupakan daerah pegunungan. Kurang lebih perjalanan 3 hari 3 malam dengan menggunakan unta, mereka pun akhirnya berhasil bertemu dengan raja yang berkuasa di Thaif.

Apa yang membawa kalian ke sini ?

maksud kami kedatangan kami adalah untuk mengabarkan berita penting.

Apa itu ?

Kami akan mengabarkan bahwa Sesungguhnya tiada tuhan selain Allah. Dan saya, Muhammad, adalah utusannya.

Sejenak ruangan itu diam dan hening. Penguasa Thaif tersebut tadinya hanya tersenyum kecil. Namun beberapa detik kemudian dia tertawa terbahak-bahak. Diikuti pula oleh semua pengikutnya.

Apa kau gila, kalaupun Allah mengutus utusannya ke bumi, mengapa harus kau? Pria kurus yang kecil. Masih banyak pemuda Quraisy yang gagah dan besar-besar.

Zaid dan Rasulullah hanya bisa terdiam. Mereka pun di usir tak lama setelahnya. Bukan hanya itu, para penguasa Thaif menyuruh anak-anak melempari Rasulullah dan zaid dengan bebatuan. Mereka yang baru saja tiba dari perjalanan jauh tidak bisa cepat berlari, sehingga baru-batu yang dilemparkan tepat mengenai badan-badan dan melukai mereka bahkan sampai mengeluarkan darah. Mereka pun akhirnya dapat bersembunyi dibalik bebatuan yang tidak terlihat oleh gerombolan anak tadi.

Ketika mereka duduk dibelakan batu datanglah Malaikat yang menghampiri Rasulullah.

Wahai Rasulullah, Dengan besarnya cinta Allah kepadamu, Apabila kamu mau, akan aku tabrakkan gunung-gunung ini sehingga hancurlah Thaif

Tidakk.. tidakk.. sungguh mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan. Jika mereka tahu, pasti tidak akan begini. Lagipula, kalaupun sekarang mereka tidak percaya kepadaku, mungkin saja nanti ada diantara keturunan mereka yang akan percaya.

Malaikat pun naik lagi ke langit. Rasulullah kembali terengah-engah karena kelelahan.

Apakan kau baik-baik saja wahai Rasulullah

Tidak apa-apa Zaid. Aku baik-baik saja

Zaid menatap orang yang sangat di hormatinya itu. Badannya bersimbah darah. Giginya patah. Matanya mulai berair. Namun wajahnya masih tersenyum. Tidak lama kemudian, Rasulullah pun mengangkat tangannya dan berdoa :

Ya Allah, Aku memohon ampun atas keterbatasanku dalam penyelesaian segala urusan. Tapi aku Pasti akan baik- baik saja selama Engkau tidak marah kepadaku